Perempuan Kuat
Tersembunyi Dibalik Awan
Karya Tiadanni
Dahulu
KAU memiliki kehidupan yang berbeda dengan sekarang. Masa muda tak se-ceria
anak lain. Kebebasan masa mudanya terenggut
oleh tanggung jawabnya . Hari-harinya hanya dilewati begitu saja dengan
banyak pekerjaan rumah tangga. Kehidupannya yang susah itu dia lewati dengan
banyak pertanyaan dalam hati. Mengapa Tuhan memberikan hidup yang susah ini?
Dan tak ada jawaban yang bisa menjawab. Betapa keterpurukkan ia rasakan dan
merasa sendiri. Setetes embun tak cukup berikan rasa sedihnya. Awan pun tak
lindunginya.
Ketika menapaki
lorong sekolah tempat ia bertugas. Raya merasakan aura bangga akan masa depan
yang ia raih. Inikah yang dinamakan KEHIDUPAN. Dua belas tahun silam ia
hanyalah seorang gadis 11 tahun itu hanya merasakan hidupnya tak sama dengan
teman-teman. Disaat itu mereka saling berjalan-jalan kesana kemari ke mall dan
ia harus membantu orang tuanya untuk mengais rejeki. Iri terasa dalam dirinya
pada teman-teman . Sedih yang menggelayut dalam dirinya.
Raya
bersekolah di siang hari. Paginya ia membatu ibu dengan pekerjaan rumah tangga
dan berjualan warun g kopi dan gorengan dirumah. “ Rayaaaa…….CEEPAT bangun !
suara ibu menggelegar. Pagi buta yang masih mengantuk berat pukul 4 subuh
ibunya berteriak. Hampir setiap hari nada itu ia dengar tapi tak pernah sehari
pun ia tak kaget mendengarnya. “ Iya ibu…….” Raya menjawab sambil berlari kecil
dan hamper tertabrak meja didepannya karena masih mengantuk. “ Kamu ini sudah
ibu bilang bangun pagi tuh langsung bangun kenapa masih molor?” Ibu sambil
mengomel . Betapa waktu adalah uang menurut ibunya. Ayahnya yang juga sudah
bangun pagi itu pun ikut bersuara “ Kamu ini suka Ibu mengomel tidak jelas
setiap pagi” seraya sambil berjalan ke kamar mandi.
Setelah
shalat subuh Raya , sambil berjalan ke
dapur ia mengambil tumpukan piring dan gelas kopi kotor tadi malam dipakai untuk berjualan.
Belumlah selesai mencuci piring eh ibu mulai bersuara sambil menggendongan adik
yang paling kecil “ Setelah cuci piring kamu siap-siap ke pasar, ibu nanti
catat apa yang harus kamu beli”. Seraya menghembuskan nafas panjangnya” Apaa
lagi ibu ini , ini belum selesai sudah dikasih pekerjaan lain!”.
Raya
mengayuh sepedanya sambil wajah memerah karena MARAH dalam hatinya. Disusurinya
jalan menuju pasar yang becek dan penuh
lumpur. Bagi anak yang berusia 11 tahun ini hamper setiap hari ia lewati
jalanan penuh lumpur ini demi mendapatkan bahan – bahan untuk berjualan di sore
harinya. Sampai di pasar Raya menyapa beberapa penjual langganannya” Bude
monggooo……” Senyuman Raya terlupakan. “ Iya Nduk…..tidak belanja di bude kah? “
Penjual Lombok. “ TIdak dulu Bude karena lombok dirumah masih ada” Raya
Menjawab.
Dari
kios sayur sampai toko kelontongan ia susuri. Lalu ia berhenti di salah satu
toko yang menurutnya membuat bersemangat ketika ke pasar walau capek. Satu toko
itu adalah toko alat tulis yang berbagai macam dan berwarna warni. Ingin
rasanya Raya membeli semua yang ada di situ, tapiiii a…. apalah daya. Uang yang
diberikan Ibu untuk belanja pun sudah habis. Dalam hatinya hanya berkata “ ah
…..suatu saat aku akan membelinya, yang penting aku sudah melihatnya setiap
hari sudah cukup menyenangkan, bagaikan suatu hiburan. “
Kemudian
Raya pun pulang sambil mengayuh sepeda kumbangnya yang hampir reyot . Tanpa ia sadari waktu terus berlalu
dan ia terlambat sampai rumah. Dan mulailah ia was – was karena pasti dapat
marah dari ibu. Belum dekat sampai rumah suara ibu sudah menggelegar bagaikan
petir. “Raya ini belum pulang-pulang padahal masih banyak yang harus ia
kerjakan, eh malah temannya datang mau ngajak pergi ke Plaza”. Pelan – pelan ia
sandarkan sepedanya agar tak terdengar ibu. Toh juga pasti aku dapat marah
juga. Betapa ketakutannya sampai ia tak mau memperlihatkan wajahnya di depan ibu.
Bentakan ibu pun terdengar sambil
marah” KAMU dari mana saja ini adikmu Rambu mau berangkat sekolah kamu blm pulang, ini cucian juga belum
dicuci. Mengerti atau tidak kalau ibu bilang kalau ke pasar ya ke pasar kenapa
pakai acara mampi kah” . Raya yang biasanya kalau dimarah ibu hanya diam kali
ini ia menjawab” Ibu…..ibu tolong jangan marah. Aku tak mampir kemana-mana
kenapa ibu bilang aku mampir, Ibu jahat sekali berani memfitnah saya. “
Muka
merah padam Ibu yang mendengar jawaban anaknya itu bukannya ia membenarkan
malah menyalahkan anaknya itu. “ Apaaa… kamu bilang tidak mampir , kenapa kamu
terlambat sampai rumah, sambil menampar pipi Raya yang masih berpeluh keringat
“ Anak tak tahu diuntung beraninya kamu melawan ibu”. Akhirnya tangisan Raya
pun pecah. Sambil berlari dikamarnya. Dalam hatinya ia merasakan bahwa ia iri
terhadap temannya yang menikmati masa mudanya dengan indah sedangkan ia harus
tunggang langgang kecapekan membantu orang tuanya. “ Betapa kejamnya ibuuuu” .
Tak
lama ibu masuk dalam kamar Raya sambil memeluk anaknya itu” maaaafkan ibu
nak….ibu khilaf sudah menamparmu” Sentak seketika Raya pun merasa kaget kenapa
ibunya mendadak sabar ? Lalu Raya pun memaafkan Ibunya.
Sambil
duduk Raya dewasa pun tersenyum lebar mengingat masa lalu yang penuh
perjuangan. Tanpa lakukan perjuangan menggapai masa depan maka tak akan
tercapai cita-cita nya sekarang. Walau cita-citanya hamper tak sesuai ketika ia
masih remaja. Kesedihan keterpurukan itu tidaklah cukup hanya dirasakan dan
kedua hal itu dapat dijadikan pembelajar dalam kehidupan.
Komentar
Posting Komentar